SYIAR AGAMA DAN KETAQWAAN HATI

oleh : Akhmad Muwafik Saleh
Pengasuh Pondok Pesantren Tanwir al Afkar, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UB

Islam adalah agama yang sempurna dalam mengatur semua aspek kehidupan manusia. Kesempurnaan ajaran islam ini memandu umat islam agar memiliki karakter yang kuat yang dapat menjadi pembeda dengan umat lainnya. Keinginan memiliki karakter khas yang kuat atas umat ini bahkan sering kali tersirat pada pernyataan nabi diberbagai aspek amaliyah atas agama ini, seperti sholat, adzan, puasa, bahkan dalam hal ucapan salam hingga cara berpakaian. Semua itu menjadi ciri pembeda antara umat islam dengan umat lainnya. Itulah syiar-syiar agama yang diharapkan seorang muslim untuk mengagungkannya dengan tujuan agar umat ini bersemangat dalam menjalankan ketaatan atas perintah agama dan sekaligus menjadi syiar bagi umat beragama lain agar mereka dapat menerima islam melalui keagungan syiar-syiar islam ini. Allah swt berfirman :

ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati. (Q.S. Al-Hajj: 32)

Yang dimaksud Syiar menurut Ibnu Katsir adalah segala bentuk perintah Allah swt. Sedangkan menurut Imam Husain bin Mas’ud Al-Baghawi dalam tafsir al baghawi seraya mengutip pendapat Ibnu Abbas bahwa syiar adalah segala petunjuk, penanda atau simbol-simbol agama atau panji-panji Agama. Dalam tafsir al qurtubi disebutkan bahwa syiar adalah jamak dari sya’irah yaitu upacara, ritual atau seremoni dalam agama. Sebagaimana maksud ayat tersebut yang menjelaskan tentang syiar agama berupa penyembelihan hewan qurban dan mengagungkannya dengan cara menggemukkannya dan mengurusnya dengan pengurusan yang baik dan membesarkannya. Tindakan demikian menjadi salah satu bentuk dari ketaqwaan hati seseorang kepada Allah swt.

Jadi, Kesediaan seorang muslim untuk mengagungkan syiar-syiar Islam dengan penuh bersemangat dan bahagia adalah bentuk daripada ketaqwaan dirinya yang bersumber dari hati yang hidup, sehat nan selamat (qolbun saliim). Karena hanya pada hati yang hidup nan sehat maka akan dengan sangat mudah menerima dan menjalankan aturan-aturan Allah tanpa merasa terbebani atau merasa terganggu kenyamanan dirinya. Demikian pula pada pribadi yang bersemayam hati yang hidup akan lebih mengutamakan seruan agama Allah dan ummatnya daripada kepentingan kaum kafir yang menolak agama Allah swt.

Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir mengatakan bahwa Pengagunggan syi’ar-syi’ar ini muncul dari ketakwaan hati kepada Allah. Barangsiapa menghinanya dengan perbuatan atau ucapan maka itu merupakan kesesatan dan kebutaan hati terhadap pengagungan yang diwajibkan Allah.

Firman Allah diatas menyandingkan antara kerelaan dan semangat mensyiarkan Agama Allah (baik simbol maupun nilai) dengan keadaan hati seorang hamba dalam hubungannya dengan ketaqwaan pada Allah. Karena memang sejatinya keimanan seseorang terletak pada hatinya. Hati adalah tempat dimana keimanan itu bersemayam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits :

…. التَّقْوَى هَاهُنَا – وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ –…

“Takwa itu letaknya di sini –sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali–” (HR. Muslim).

Pusat kemanusiaan adalah terletak pada hatinya yang kemudian akan menggerakkan tindakan. Hati yang hidup, sehat dan selamat (Qalbun saliim) akan selalu bersamangat dan bahagia dalam menjalankan kebaikan dan ketaatan kepada Allah swt. Firman Allah di atas seakan memberikan sebuah kesan bahwa salah satu dari pada ciri hati yang hidup, sehat nan selamat (qolbun saliim) antara lain adalah :

  1. Senang atas syiar agama Allah dan suka mensyiarkan setiap aturan dan ajaran Agama Allah swt. Mampu menanamkan rasa senang dan bahagia serta memotivasi ummat untuk semakin cinta dan semakin yakin atas keagungan ajaran agama Allah swt. Bukan malah melemahkan semangat syiar dan meragukan syiar dan ajaran agama Allah swt dengan alasan toleransi atas umat lain.
  2. Kalimat yang keluar dari lisan seorang beriman adalah berisi kalimat keagungan, dukungan dan memuliakan agama dengan segala simbol dan ritual yang menyertainya. Bukan malah melemparkan kalimat yang melecehkan, menghina, merendahkan, menistakan syiar agama Allah atau suka membuat kegaduhan pada umat beragama.
  3. Suka mengajak umat dalam menjalankan ketaatan pada aturan agama Allah swt dan bukan malah mereduksi semangat ketaatan atau bahkan berani melanggar aturan Allah swt.

Mengangungkan dan memuliakan syiar Agama Allah (seperti adzan dll) adalah wujud ketaqwaan hati, intinya adalah melakukan dan memberikan yang terbaik untuk terlaksananya ajaran dan aturan Agama Allah dengan menghadirkan perasaan senang, bahagia dan penuh semangat dalam menjalankan berbagai ketaatan kepada Allah swt dan tentu bukan malah merendahkannya apalagi melecehkan syiar-syiar Agama Allah itu dengan menyamakannya seperti suara gonggongan anjing. Hal itu sama halnya dengan menghina Allah swt. Na’udzu billahi min dzalik.

Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua.. aamiiin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *